Posisi Al Qur’an dan Hadits dalam Pendidikan Islam
Pendahuluan
Semangat mendirikan lembaga pendidikan Islam di
mana-mana begitu besarnya. Demikian pula keinginan sebagian besar
masyarakat untuk memberikan pengajaran agama Islam kepada putra-putrinya
di sekolah sedemikian kuat. Fenomena itu menjadikan lembaga pendidikan
Islam tumbuh di mana-mana, baik yang berstatus negeri maupun swasta. Di
Indonesia ada 50 buah Perguruan Tinggi Islam Negeri dan tidak kurang
dari 350 perguruan tinggi Islam swasta. Sedangkan lembaga pendidikan
dasar dan menengah ----MI, M.Ts dan Madrasah Aliyah, berjumlah tidak
kurang 18 % dari seluruh lembaga pendidikan yang berada di bawah
Departemen Pendidikan Nasional. Demikian pula dianggap begitu penting
pendidikan Islam, sehingga masyarakat selalu berharap agar jam pelajaran
agama di sekolah umum ditambah jumlahnya. Mereka berpandangan bahwa jam
pelajaran agama yang selama ini ditetapkan oleh pemerintah belum
mencukupi kebutuhan.

Melihat
kenyataan-kenyataan seperti itu, lalu banyak orang berpikir bagaimana
lembaga pendidikan yang dianggap penting dan dicintai ini ketika nanti
menghadapi dunia yang semakin modern dan bersifat global, yaitu dunia
yang lebih terbuka, rasional, penuh persaingan dalam kawasan yang lebih
luas, dan selalu menuntut kualitas tinggi, bisa bertahan. Masyarakat
modern yang lebih obyektif dan rasional tidak akan mempan lagi ditawari
simbol atau sebatas label tanpa makna yang sesuai dengan tuntutan hidup
mereka. Maka akibatnya jika lembaga pendidikan Islam tidak memberikan
sesuatu yang dibutuhkan secara nyata oleh masyarakat bisa jadi akan
banyak ditinggalkan oleh pendukungnya.
Atas dasar pikiran-pikiran
seperti itu maka banyak orang mendiskusikan lewat berbagai forum, untuk
mencari jawab atas persoalan bagaimana menjadikan pendidikan Islam dan
juga lembaga pendidikan Islam semakin maju dan memiliki daya tarik yang
semakin kuat. Begitu pula diperbincangkan di mana-mana bagaimana
seharusnya isi pengajaran dalam pendidikan Islam seharusnya dikembangkan
sehingga berhasil menjadikan peserta didik memiliki kekuatan iman dan
ketaqwaan, amal sholeh dan akhlakul karimah.
Sudah barang tentu
menjawab persoalan tersebut bukanlah pekerjaan mudah. Keinginan
menjadikan lembaga pendidikan Islam maju dan berkembang, sesungguhnya
sudah dimiliki oleh banyak orang. Begitu pula berbagai langkah untuk
meraih kemajuan itu telah banyak ditempuh, tetapi hasilnya belum selalu
menggembirakan. Dalam kesempatan diskusi yang terbatas ini, saya hanya
ingin mengajak memperbincangkan tentang beberapa aspek saja yang saya
anggap penting dan mendesak untuk mendapatkan perhatian kita bersama,
agar pendidikan Islam selalu relevan dengan tuntutan perkembangan
masyarakatnya.
Isi Pendidikan Islam
Sekalipun pendidikan
Islam dianggap penting, tetapi pada kenyataannya baru diposisikan
sebatas sebagai pelengkap dari yang lain. Pendidikan agama Islam
dianggap cukup jika sudah tercantum dalam kurikulum. Guru agama
seringkali juga tidak diposisikan secara strategis. Guru agama tidak
jarang menempati posisi-posisi pinggiran, sebatas sebagai pelengkap.
Mereka baru dipandang penting dan harus hadir tatkala diselenggarakan
acara serimonial untuk pembaca doa. Posisi dan peran seperti ini tentu
melahirkan kesan dan citra bahwa pendidikan agama bukanlah penting dan
terlalu dibutuhkan. Jika posisi dan peran seperti ini tetap berlanjut,
maka cepat atau lambat pendidikan agama akan tetap berada pada posisi
pinggir dan suatu saat akan ditinggal orang.
Pertanyaannya adalah
mengapa pelajaran agama Islam yang bersumber dari kitab suci al Qur’an
dan tradisi kehidupan Rasulullah yang sedemikian mulia dan agung,
ternyata masih dipahami sebagai sesuatu yang sederhana dan keberadaannya
dikalahkan dari pelajaran lain, seperti matematika, bahasa Inggris,
biologi dan sejenisnya. Rasanya telah terjadi paradok, antara anggapan
ideal pelajaran agama Islam dan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Bahkan citra pendidikan agama yang kurang dipandang penting ini, dalam
banyak kasus, menjadikan murid memberi penghormatan lebih pada guru
matematika, biologi, bahasa Inggris dan lain-lain daripada pada guru
agama Islam.
Memperhatikan fenomena itu, saya merasakan ada
sesuatu yang kurang tepat dalam merumuskan isi atau bahan ajar
pendidikan Islam. Mata pelajaran agama Islam dikemas dan dirumuskan
menjadi sebatas hal-hal terkait dengan tauhid, fiqh, akhlak/tasawwuf,
tarekh dan bahasa Arab. Tugas guru agama hanya sebatas menjelaskan hal
ikhwal itu di depan kelas. Akibatnya Islam seolah-olah hanya
memperbincangkan tentang peribadatan di masjid, persoalan halal haram,
puasa, zakat, haji, kelahiran dan kematian. Persoalan ini memang penting
dan Islam juga mengajarkan tentang itu. Akan tetapi harus disadari
bahwa ajaran Islam bukan sebatas wilayah itu. Jika kita membuka-buka al
Qur’an, alangkah luas dan hebatnya isi kitab suci itu. Al Qur’an yang
disebut sebagai petunjuk, penjelas, pembeda, rakhmat dan bahkan juga
sebagai obat, maka isinya akan selalu relevan dengan kehidupan ini, di
mana dan kapanpun manusia hidup.
Begitu menarik dan menakjubkan
isi al Qur’an. Kitab suci ini bukan saja berisi hukum Islam, akhlak dan
petunjuk melakukan kegiatan spiritual, melainkan bahkan memuat hal-hal
yang tidak bisa dijelaskan oleh jenis ilmu apapun. Al Qur’an menjadi
sumber pengetahuan yang tidak pernah kering dan selalu mengagumkan. Al
Qur’an memberikan petunjuk konsep tentang Tuhan yang seharusnya
disembah, memperbincangkan tentang penciptaan, manusia, alam dan
keselamatan. Al Qur’an berbicara tentang manusia sekalipun dalam garis
besar tetapi lengkap. Kitab suci ini memperbincangkan manusia dari aspek
qalb, nafs, aql dan jasadnya. Al Qur’an juga berbicara tentang alam,
meliputi bumi, bulan, matahari, langit, gunung, darat, udara, air,
petir, binatang dan juga tumbuh-tumbuhan. Al Qur’an dan juga hadits nabi
berisi pengetahuan yang sedemikian luas, tetapi anehnya tatkala
dirumuskan sebagai bahan pelajaran di lembaga-lembaga pendidikan
tereduksi menjadi sederhana dan terkesan kurang dianggap penting dalam
kehidupan nyata.
Oleh karena itu untuk mengangkat dan sekaligus
berusaha menjadikan pelajaran agama Islam menarik di sepanjang zaman,
----sekarang apalagi di masa yang akan datang yaitu pada zaman di mana
dunia semakin modern dan global, maka perlu ada keberanian melakukan
rekonstruksi terhadap rumusan isi pelajaran agama Islam. Apa yang sudah
dijalankan selama ini kiranya tidak perlu ditinggalkan secara total,
tetapi mungkin perlu dirumuskan kembali bahan ajar yang bersumber dari
al Qur’an dan Hadits Nabi yang lebih relevan dengan kebutuhan dan
tuntutan masyarakat yang semakin maju.
Mempertimbangkan Kembali Kategori Ilmu Umum dan Ilmu Agama
Mungkin
kita harus berani mulai agak kritis, mempertanyakan apakah benar
menanamkan keimanan kepada seseorang selalu melalui penjelasan tentang
rukun iman yang enam sebagaimana yang kita kenal selama ini. Juga perlu
dipertanyakan apakah setelah para siswa hafal rukun iman kemudian serta
merta keimanan mereka bertambah kuat. Persoalannya tentu tidak
sesederhana itu. Keimanan seseorang tumbuh di hati seseorang atas hak
prerogratif Allah swt.. Akan tetapi ternyata Tuhan pun juga menurunkan
para rasul dan kitab suci Nya sebagai penuntun agar seseorang menjadi
beriman. Lagi-lagi jika kita menengok al Qur’an, ternyata ada
kisah-kisah yang sangat menarik, bagaimana keimanan itu tumbuh. Kisah
Nabi Ibrahim, Nabi Musa dan juga nabi-nabi yang lain dalam proses
pencaharian Tuhan tentunya menarik dikaji dan dipahami.
Saya
berpandangan bahwa untuk menumbuhkan keimanan di hati seseorang tidak
terbatas hanya melalui pelajaran agama sebagaimana dikemukakan di muka.
Semua mata pelajaran, seperti misalnya biologi, kimia, físika,
astronomi, sejarah, psikologi, dan lain-lain sesungguhnya dapat
digunakan untuk menumbuhkan jiwa keberagamaan atau keimanan peserta
didik. Kitab suci al Qur’an sebagaimana disinggung di muka telah
berbicara tentang alam, manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan dan
lain-lain. Al Qur’an melalui surat al Baqoroh berbicara tentang manusia
dan kehidupan masyarakat. Setelah Surat al Baqarah disusul oleh surat
Ali Imran, yang berisi gambaran tentang keluarga Ideal. Ternyata setelah
surat itu kemudian disusul dengan surat an Nisa’. Dalam surat ini
berbicara tentang wanita. Penempatan urut-urutan surat tersebut
melahirkan inspirási bahwa tatkala kita ingin membangun keluarga ideal,
maka kunci keluarga bahagía ternyata adalah ada pada peran wanita, atau
kaum ibu. Dikatakan bahwa Ibu, seorang wanita adalah bagaikan madrasah,
jika madrasahnya baik maka siswa dan alumninya juga akan baik, begitu
juga sebaliknya. Surat berikutnya dalam urut-urutan surat dalam al
Qur’an adalah surat al Maidah. Setelah berbicara tentang peran strategis
wanita, maka untuk membangun keluarga ideal, kemudian disusul dengan
pembicaraan tentang makanan. Jenis dan sifat makanan, melalui al Qur’an
harus diyakini memiliki posisi penting dan strategis dalam membangun
keluarga atau kehidupan yang ideal.
Memperhatikan isi Al Qur’an
secara garis besar tersebut di muka, rasanya membuka pemahaman bahwa
sesungguhnya kitab suci ini memang berisi petunjuk tentang kehidupan
yang luas dan sempurna. Al Qur’an berbicara tentang kehidupan manusia
dan masyarakat, berbicara tentang keluarga, wanita dan perannya,
makanan, binatang ternak, ilmu pengetahuan tentang jagad raya dan isinya
yang sangat luas, hingga persoalan kehidupan binatang yang kecil
seperti nyamuk dan semut. Memahami isi al Qur’an yang sedemikian luas
ini pula maka rasanya kurang tepat melakukan pengelompokkan ilmu, yaitu
menjadi ilmu umum dan kelompok ilmu agama. Jika al Qur’an disebut
sebagai hanya merupakan sumber pengetahuan agama ----tauhid, fiqh,
akhlaq, tarekh dan Bahasa Arab, maka pertanyaannya kemudian adalah
bukankah juga al Qur’an berbicara tentang kehidupan se isi jagad raya
ini, yang dalam kategori itu disebut sebagai pengetahuan umum. Pemikiran
ini rasanya membawa pada sebuah kesimpulan bahwa kategori ilmu
pengetahuan umum dan pengetahuan agama yang selama ini dianggap tepat
dan benar, ternyata menjadi terasa rancu manakala dibandingkan dengan
isi al kitab suci al Qur’an. Al Qur’an ternyata berbicara tentang
wilayah yang amat luas, yaitu tidak sebatas wilayah kajian Islam yang
selama ini berhasil dirumuskan dan dianggap baku.
Pendangan
tersebut di atas, jika dikaitkan dengan tujuan dan orientasi pendidikan
agama Islam yang dimaknai sebagai bimbingan agar seseorang atau peserta
didik menjadi hidup berkualitas, maka perlu dilakukan rekonstruksi
kembali pengelompokkan ilmu agama dan ilmu umum. Ajaran Islam yang
seolah-olah hanya sebatas di seputar fiqh, tauhid, akhlaq, tarekh dan
bahasa Arab harus diperluas menjadi seluas kehidupan manusia secara
menyeluruh. Kita berani melakukan hal itu karena al Qur’an sendiri juga
berbicara tentang persoalan yang sedemikian luas itu. Bahkan al Qur’an
berbicara tentang langit yang berlapis-lapis, bumi, bulan dan matahari
yang saling berputar pada arsynya masing-masing. Al Qur’an menjelaskan
tentang laut dan gunung-gunung yang selalu berjalan. Jika pandangan ini
kita anggap benar maka konsekuensi logisnya bahwa semua mata pelajaran
yang diajarkan di sekolah selama ini ----khususnya di lembaga pendidikan
Islam seharusnya bersumber dari al Qur’an dan hadits selain sumber lain
yang berupa ayat-ayat kauniyah, yakni hasil observasi, eksperimen dan
penalaran logis.
Ke depan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, al Qur’an dan hadits semestinya diposisikan sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Al Qur’an dan Hadits Nabi kita sebut sebagai ayat-ayat
qouliyah. Sedangkan sebagai sumber ilmu pengetahuan lainnya adalah
hasil observasi, eksperimen dan penalaran logis yang selanjutnya disebut
sebagai ayat-ayat kauniyah. Kedua jenis sumber ilmu, yaitu ayat-ayat
qouliyah dan ayat-ayat kauniyah harus diposisikan sebagai hal yang
sama-sama penting, agar kehidupan kaum muslimin tidak sesat dan
sekaligus tidak juga merugi. Tidak mengimani al Qur’an tentu akan
mengalami kesesatan, sedangkan jika tidak mengembangkan dan menggunakan
ayat-ayat kauniyah juga akan merugi dan selalu mengalami ketertinggalan.
Lebih dari itu, bukankah mempelajari dan mengembangkan ayat-ayat
kauniyah sesungguhnya adalah merupakan perintah al Qur’an. Kita melalui
al Qur’an diperintahkan oleh Allah swt untuk selalu berpikir, melihat,
mendengar dan bahkan juga diperintah agar memperhatikan bagaimana
unta-unta dijadikan, bagaimana langit ditinggikan, bagaimana bumi
dihamparkan dan gunung-gunung ditegakkan dan seterusnya.
Berangkat
dari pandangan dimuka, maka yang perlu dilakukan adalah merekontruksi
kembali terhadap cara pandang dikotomik, yaitu selalu melihat adanya
ilmu umum dan ilmu agama. Keduanya seharusnya dilihat sebagai satu
kesatuan yang utuh, bahwa semua ilmu adalah bersumber dari dan milik
Allah swt. Cara pandang dikotomik seperti itu justru akan memberikan
gambaran betapa sempitnya wilayah kajian Islam. Islam hanya akan dilihat
sebatas menyangkut hal-hal yang terkait dengan kegiatan ritual belaka.
Padahal semestinya Islam harus dipahami sebagai wilayah yang amat luas,
seluas jagad raya dan kehidupan itu sendiri. Al Qur’an merangkum
keduanya, yaitu hal yang terkait dengan wilayah ilmu umum dan sekaligus
ilmu agama.
Membangun Lingkungan Islami
Sekolah atau madrasah harus dilihat sebagai lembaga pendidikan yang utuh dan sempurna. Artinya, di sekolah harus terjadi proses pembiasaan dan ketauladanan untuk membangun pribadi muslim yang unggul. Lingkungan seperti ini ---kehidupan Islami, sangat penting ditampakkan oleh seluruh warganya. Kehidupan yang Islami tentu tercermin dalam berbagai suasana, baik dalam pergaulan antar sesama, penampilan lingkungan fisik sekolah, kehidupan spiritual, intelectual dan sosialnya. Dalam pergaulan antar sesama tercermin adanya suasana kedamaian dan sehat, baik jasmani maupun ruhani. Suasana sehat ruhani manakala di komunitas sekolah atau madrasah terbangun saling memahami, menghargai, mencintai dan tolong menolong antar sesama. Dalam pergaulan seharí-hari berhasil dijauhkan dari suasana saling tidak percaya, curiga mencurigai, merendahkan, apalagi menjatuhkan yang mengakibatkan konfik yang berdampak pada kehidupan yang tidak sehat. Sekolah atau madrasah, sekalipun kondisi fasilitas sederhana tetapi selalu menampakkan suasana bersih, rapi dan indah karena selalu terpelihara dengan baik.
Sekolah atau madrasah harus dilihat sebagai lembaga pendidikan yang utuh dan sempurna. Artinya, di sekolah harus terjadi proses pembiasaan dan ketauladanan untuk membangun pribadi muslim yang unggul. Lingkungan seperti ini ---kehidupan Islami, sangat penting ditampakkan oleh seluruh warganya. Kehidupan yang Islami tentu tercermin dalam berbagai suasana, baik dalam pergaulan antar sesama, penampilan lingkungan fisik sekolah, kehidupan spiritual, intelectual dan sosialnya. Dalam pergaulan antar sesama tercermin adanya suasana kedamaian dan sehat, baik jasmani maupun ruhani. Suasana sehat ruhani manakala di komunitas sekolah atau madrasah terbangun saling memahami, menghargai, mencintai dan tolong menolong antar sesama. Dalam pergaulan seharí-hari berhasil dijauhkan dari suasana saling tidak percaya, curiga mencurigai, merendahkan, apalagi menjatuhkan yang mengakibatkan konfik yang berdampak pada kehidupan yang tidak sehat. Sekolah atau madrasah, sekalipun kondisi fasilitas sederhana tetapi selalu menampakkan suasana bersih, rapi dan indah karena selalu terpelihara dengan baik.
Selain itu rasa tanggung
jawab, integritas dan disiplin diusahakan agar berhasil ditegakkan. Pada
umumnya sekolah atau madrasah yang maju selalu diawali oleh
keberhasilannya membangun integritas dan disiplin ini. Sekolah atau
madrasah yang gagal dan tidak maju umumnya karena gagal dalam menegakkan
kedisiplinan, bekerja ala kadarnya, kurang ada tanggung jawab dan
menjalankan tugas sebatas memenuhi tuntutan formal. Islam membimbing
umatnya dalam beramal harus dimulai dari niat yang ikhlas, bahwa apa
yang dilakukan adalah dimotivasi oleh pengabdian pada Dzat Yang Maha
Mulia yaitu Allah swt. Karya yang dilakukan harus sholeh artinya benar,
lurus dan tepat atau dalam bahasa sekarang disebut profesional. Orang
yang beriman dan beramal sholeh akan menuai hasil maksimal, yaitu
kebahagiaan di dunia dan akherat.
Untuk membangun kehidupan Islami
di sekolah atau madrasah seharusnya juga dipelihara suasana kehidupan
spiritual yang mantap. Sekolah Islam atau madrasah selalu dilengkapi
musholla/masjid atau bentuk tempat sholat lainnya. Fasilitas itu
semestinya selalu digunakan secara maksimal. Pada setiap saat
dikumandangkan adzan sebagai panggilan sholat berjama’ah, seyogyanya
seluruh guru, karyawan dan kemudian diikuti oleh para siswa segera
menuju musholla atau masjid untuk menunaikan sholat berjama’ah. Selain
itu, penting juga ditradisikan membaca al Qur’an dan doa bersama-sama
pada saat-saat tertentu yang diikuti oleh seluruh warga sekolah.
Kegiatan semacam itu dilakukan sebagai upaya membangun kultur Islami.
Mendidik pada hakekatnya adalah mengantarkan anak manusia agar menjadi berkualitas, baik dari sisi keimanannya, ketaqwaan, amal sholeh dan akhlakul karimah. Pekerjaan mendidik bukanlah sederhana dan mudah. Karena itu juga diperlukan upaya-upaya yang lebih dari sebatas aktifitas rutin di dalam kelas, yaitu berupa menerangkan materi pelajaran di depan kelas. Akhir-akhir ini banyak orang mengeluhkan bahwa pendidikan yang telah dijalankan seperti tidak meninggalkan bekas apa-apa pada diri peserta didik. Jenjang pendidikan yang ditempuh sudah semakin tinggi, tetapi belum menggambarkan adanya peningkatan kualitas kepribadian. Hal itu terjadi karena proses pendidikan yang berjalan kurang sempurna. Dalam al Qur’an dijelaskan, tugas Rasulullah sebagai Maha Guru adalah membimbing untuk melakukan tilawah, tazkiyah, taklim dan mengajarkan hikmah. Apa yang ia ajarkan kemudian segera dilakukan secara istiqomah. Itulah sebabnya kemudian apa yang diberikan oleh Nabi kepada para sahabatnya meginternal pada pribadi yang mendalam. Sayangnya pendidikan Islam yang dijalankan sementara ini kebanyakan baru menyentuh sisi formalnya dan bahkan hasil yang kita harapkan juga sebatas nilai hasil ujian dalam bentuk angka-angka yang kadang belum menggambarkan capaian yang sesungguhnya diinginkan.
Mendidik pada hakekatnya adalah mengantarkan anak manusia agar menjadi berkualitas, baik dari sisi keimanannya, ketaqwaan, amal sholeh dan akhlakul karimah. Pekerjaan mendidik bukanlah sederhana dan mudah. Karena itu juga diperlukan upaya-upaya yang lebih dari sebatas aktifitas rutin di dalam kelas, yaitu berupa menerangkan materi pelajaran di depan kelas. Akhir-akhir ini banyak orang mengeluhkan bahwa pendidikan yang telah dijalankan seperti tidak meninggalkan bekas apa-apa pada diri peserta didik. Jenjang pendidikan yang ditempuh sudah semakin tinggi, tetapi belum menggambarkan adanya peningkatan kualitas kepribadian. Hal itu terjadi karena proses pendidikan yang berjalan kurang sempurna. Dalam al Qur’an dijelaskan, tugas Rasulullah sebagai Maha Guru adalah membimbing untuk melakukan tilawah, tazkiyah, taklim dan mengajarkan hikmah. Apa yang ia ajarkan kemudian segera dilakukan secara istiqomah. Itulah sebabnya kemudian apa yang diberikan oleh Nabi kepada para sahabatnya meginternal pada pribadi yang mendalam. Sayangnya pendidikan Islam yang dijalankan sementara ini kebanyakan baru menyentuh sisi formalnya dan bahkan hasil yang kita harapkan juga sebatas nilai hasil ujian dalam bentuk angka-angka yang kadang belum menggambarkan capaian yang sesungguhnya diinginkan.
Melalui pendidikan Islam---- sekolah
atau madrasah yang selama ini kita kembangkan, harus berhasil kita
bangun kultur Islami. Yaitu lembaga pendidikan yang yang memiliki isi,
bobot dan wajah serta penampilan yang bersinar dan mampu menyinari siapa
saja dalam kehidupan ini. Agar usaha itu berhasil, kegiatan mulia ini
harus dimulai dari pimpinannya, gurunya, para karyawannya dan akhirnya
akan diikuti oleh para siswanya. Jika kualitas ini berhasil diwujudkan,
maka pada suasana apapun ---suasana kemodernan maupun global, lembaga
pendidikan Islam dimaksud akan tetap diminati dan bahkan akan
diperebutkan banyak orang. Dan sebaliknya, jika apa yang kita lakukan
hanya sebatas memberi label atau nama yang indah tetapi di dalamnya
tidak mencerminkan nilai-nilai yang luhur dan mulia, maka cepat atau
lambat akan ditinggalkan orang.
Memperkukuh Kelembagaan
Semua
orang yang menaruh simpatik pada pendidikan dan tidak terkecuali pada
lembaga pendidikan Islam menginginkan agar lembaga pendidikan Islam
----sekolah atau madrasah menjadi besar dan maju. Satu hal yang harus
diingat bahwa kebesaran dan kemajuan adalah sebuah hasil atau produk
dari proses panjang yang diperjuangkan dengan modal kekuatan dan
kesungguhan. Kekuatan itu berupa adanya kebersamaan, keikhlasan,
integritas yang tinggi serta kesanggupan untuk berkorban yang dilakukan
oleh para pendukungnya. Untuk menjadikan lembaga pendidikan kukuh dan
maju, orang seringkali berpikir sederhana. Bahwa kemajuan itu disebabkan
oleh adanya ketersediaan dana yang cukup. Pandangan ini tidak terlalu
salah, tetapi sesungguhnya juga tidak terlalu tepat. Orang yang
berpandangan seperti ini menganggap bahwa dana adalah segala-galanya.
Padahal dalam kenyataannya tidak selalu berjalan seperti itu. Tidak
sedikit lembaga pendidikan, termasuk pendidikan Islam, justru mulai
goyah dan bahkan runtuh tatkala telah berhasil mengumpulkan dana.
Fasilitas dan dana yang dikumpulkan ternyata menjadi awal terjadinya
konflik berkepanjangan yang kemudian berakhir dengan keruntuhannya itu.
Saya
berpendapat bahwa ketersediaan dana memang penting. Akan tetapi,
membesarkan lembaga pendidikan tidak selalu dimulai dari ketersediaan
dana yang cukup. Saya justru melihat faktor lain yang lebih penting,
yaitu lahirnya kesadaran yang tinggi dari kalangan beberapa orang
sehingga mampu melahirkan kebangkitan untuk membesarkan lembaga
pendidikan. Kesadaran yang melahirkan motivasi kuat inilah yang saya
pandang sebagai modal penting pengembangan kelembagaan. Bermodalkan
kesadaran maka orang bersedia untuk berkerja dan berkorban serta
bersedia menceburkan diri secara penuh untuk mengembangkan lembaga
pendidikan itu. Melalui sikap seperti ini, secara bersama-sama, akan
mendatangkan kekuatan yang dibutuhkan untuk membangun lembaga
pendidikan.
Selama beberapa kali terlibat dalam pengembangan
lembaga pendidikan Islam, baik swasta maupun negeri, saya berkesimpulan
bahwa kekuatan yang harus dibangun adalah kesadaran untuk maju itu.
Selain itu memang harus diikuti oleh suasana batin yang bersih, niat
ikhlas, sabar dan istiqomah. Dalam memperjuangkan sesuatu yang mulia,
tidak terkecuali mengembangkan lembaga pendidikan Islam harus berpegang
pada ayat al Qur’an Warabbaka fakabbir, walirabbika fashbir. Selain itu,
semua yang terlibat dalam pengembangan kelembagaan harus bersedia
membersihkan hati serta menghindarkan diri dari sikap subyektifitas
sehingga tidak terperosok pada sikap-sikap kontraproduktif yang
mencelakakan terhadap apa yang telah, sedang dan akan diperjuangkan.
Atas dasar pandangan ini maka saya melihat bahwa modal pengembangan
kelembagaan pendidikan Islam justru terletak pada suasana batin yang
bersih dan ikhlas dari seluruh mereka yang terlibat di dalam gerakan
itu. Sedangkan aspek-aspek lainnya, sekalipun dipandang penting, tidak
selalu menjadi penentu. Allahu a’lam.
Download artikel : disini
Posting Komentar